22 Jul 2011

SEMERU : Mimpi Nyata Menggapai Mahameru





semakin kau jauhi maka tampaklah kemegahannya. semakin kau dekati maka merendahlah untuk merasakannya. 
(Halim Ichsani, Mahameru, 18 Juli 2011)


Keinginan untuk mendaki Mahameru sudah ada sejak tahun-tahun yang lalu. Namun, baru tahun ini bisa terlaksana. Hanya bisa memimpikan berdiri di puncak tertinggi pulau Jawa, titik terjauh dari gravitasi, dan berdiri di antara para dewa, Mahameru.  Sungguh bukan hal yang mudah untuk berada di tempat itu. Diselimuti suhu dingin hingga mendekati 0, dihadapi dengan tanjakan yang menguji mental, dan yang terakhir lereng pasir berbatu yang hanya orang-orang dengan tekad terkuat yang bisa melewatinya. Semoga ini bisa menjadi motivasi kuat untuk pendaki yang sedang menyusun tekad kesana.




Jumat, 15 Juli 2011  saya berangkat dari bandung menuju Stasiun Pasar Senen Jakarta. Rencana awal kami berduabelas akan berangkat terpisah, 7 dari Jakarta, 1 dari Cirebon, 1 dari semarang dan 3 lagi dari malang. Saya ditemani Nuril sepanjang perjalanan menuju Jakarta dari bekasi karena saya belum pernah ke tempat itu dan nuril pun sekalian berangkat kerja. Memakan waktu cukup lama untuk mencapai stasiun itu, macet disana sini. Akhirnya pukul 11.00 WIB saya dan nuril sampai di stasiun pasar senen dan menemui Yangga yang sudah disana.
pos Pendaftaran TNBTS

Setelah berbincang mengenai perjalanan sambil meracuni Nuril untuk ikut trip ini akhirnya datanglah Reza alias Onta. Kami bertiga sholat jumat di masjid sekitar stasiun dan Nuril pun kembali ke kantor dengan wajah sedih karena akan berpisah J

Setelah selesai sholat jumat akhirnya datang Ara, Hasbi, Nizar dan Daeng Fuad. Setelah berkenalan dan berbincang sedikit kami mulai memindahkan barang bawaan ke dalam gerbong.  Sesuai jadwal akhirnya kereta berangkat pukul 14.00 WIB dan direncanakan akan sampai di stasiun Kota Baru Malang pukul 08.00 WIB. sebelum berangkat, kami bertemu dengan seseorang yang mengaku telah mendapat musibah dan minta bantuan untuk pulang, kebetulan kami pegang beberapa tiket yang masih kosong akhirnya dia kami ajak sampai stasiun cirebon, sesuai keinginannya.

Jam 17.30 WIB kereta Matarmaja Express yang kami tumpangi berhenti di stasiun Prujakan Kota Cirebon. Fajar pun naik dan orang yang ikut kami sewaktu di pasar senen turun sesuai rencana. Kereta kembali melaju.
Jam 22.00 WIB kereta berhenti di stasiun Poncol Semarang. Dika naik, membawa banyak bawaan makanan sesuai permintaan kami J . karena kereta akan terus melaju sampai esok pagi maka beberapa teman ku turun untuk ke kamar kecil dan menunaikan sholat. Namun ternyata kereta hanya berhenti sebentar dan melaju kembali. Hasbi dan Fajar berhasil naik kembali sesaat sebelum kereta berangkat. Namun Daeng dan Nizar belum terlihat sampai kereta sudah berlari kencang. Kami cemas. Kami berfikir mereka masih sholat dan tidak tahu kereta sudah berjalan kembali. Dan yang paling membuat khawatir adalah tiket kami bersebelas Nizar yang simpan. Memikirkan cara mereka menyusul dan cara jika kami diturunkan karena tidak ada tiket. Sekitar 15 menit kemudian dari ujung gerbong terlihat Nizar sedang berjalan ke arah kami. Syukurlah, ternyata mereka berhasil mengejar kereta dan naik di gerbong paling belakang. 

Kereta melaju terus dan berhenti di beberapa stasiun untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. Kami menghabiskan waktu dengan main kartu dan tidur.  Hingga kereta telah melewati solo dan madiun suasana menjadi semakin lengang. 

Bermimpi berada di puncak mahameru, saya hanya bermimpi.

Sabtu, 16 Juli 2011 pukul 07.30 WIB Kami sampai di stasiun Kota Baru Malang lebih cepat dari yang di jadwalkan, sambil menunggu kedatangan Aji dan Farid yang masih di kereta dari Jogja sedangkan Putra sudah di Malang. kami sarapan dan membersihkan badan. ketika kami masih berbenah ada bapak yang mendekati dan menawarkan jasa carteran. Setelah nego harga dan sesuai akhirnya kami bersiap memindahkan barang bawaan. Tidak lama kemudian datang Aji , Farid dan Putra. Kami berduabelas berangkat menuju desa Tumpang untuk menyiapkan logistik dan syarat administrasi untuk pendakian.

Kami membagi kelompok, saya Aji Nizar dan Ara menyiapkan logistik dan sisanya mengurus administrasi dan carteran jeep untuk ke Ranu Pane. Setelah semua siap kami memindahkan barang bawaan ke jeep dan lanjutkan perjalanan menuju Ranu Pane sekitar 2 jam lamanya.


Kami berhenti sejenak di pos pendaftaran, disini kami mencatat semua bawaan dan mendata seluruh anggota team, terjadi kekeliruan karena ternyata kami harus menduplikat surat sehat sehingga kami harus kembali lagi. Sekitar setengah jam kami menuggu kemudian melanjutkan perjalanan.

Sepanjang perjalanan menuju Ranu Pane kami disuguhi pemandangan alam yang luar biasa, di samping kiri padang savana bromo dan bukit teletubies, kanan perbukitan pegununggan tengger dan perkebunan apel. Jalan yang kami lalui cukup parah sehingga Jeep yang kami tumpangi sesekali terguncang keras. Yang perlu di perhatikan adalah jeep ini berbak terbuka dan kami berdiri sehingga jika melewati semak yang rantingnya mengarah ke jalan bisa berbahaya. Farid terkenal ranting yang tajam sehingga punggungnya terluka.

Pukul 15.30 WIB kami sampai di Ranu Pane, pos pertama pendakian TNBTS. Packing ulang dan menyiapkan perbekalan terakhir sebelum masuk ke jalur pendakian Gunung Semeru. Suhu mulai dingin dan Ranu Pane menghembuskan kabut putih dari permukaannya coklatnya, saya kira itu bukan air karena tertutup alga dan daun kering berwarna coklat. Di sekitar pos terdapat beberapa warung makan dan perkebunan warga. Suasana damai pedesaan.

14.30 WIB diawali dengan doa akhirnya kami berjalan menuju pintu pendakian. Semangat masih terbakar meskipun udara dingin dan cuaca cukup mendung. Mulai menanjak namun cukup landai jalan setapak hingga pos pertama jalur pendakian berupa gubug kayu terbuka. Semangat masih membara dan kaki masih mantap melangkah.

18.15 WIB kami melanjutkan perjalanan setelah menunggu waktu maghrib, gelap dan kabut mulai menyelimuti. Kami menyalakan headlamp dan menjaga jarak. Menjaga formasi  dari depan, Yangga, Ara, Farid, Dika, Putra, Reza, Hasbi,  Daeng, Nizar, Fajar, Aji, dan saya di paling belakang. 

Langkah terseok-seok karena saya hanya menggunakan senter biasa yang cahayanya tidak terlalu kuat melawan gelap nya hutan. Tetap fokus agar langkah kaki tidak tertinggal kelompok didepan. Saling mengingatkan jika ada kayu atau batu yang melintang di jalan. Diantara pos 1 hingga pos 3 Watu Rejeng banyak pohon tumbang yang melintang, jika tidak berhati-hati bisa menghantam kepala.

Suasana semakin gelap karena kabut, gerimis mulai turun. Namun kami terus melangkah melintasi hutan untuk mencapai Ranu Kumbolo. Hingga cuaca semakin tidak mendukung untuk melanjutkan perjalanan karena jalan licin dan gerimis semakin menderas. Akhirnya pukul 22.30 WIB kami berhenti di pos 3 untuk bermalam. Saya dan hasbi menyiapkan makanan dan air hangat untuk kelompok dan yang lain menyiapkan tempat untuk beristirahat. Setelah makanan dan minuman siap saya membuat api unggun untuk menghalau udara dingin yang masuk. Pos ini berupa pondokan terbuka dan beratap.

Savana Bromo dan Bukit Teletubis dari atas

Ketika kami semua sedang beristirahan datang sekelompok pendaki lain yang melintas. Berbincang sebentar dan membagi air hangat pada mereka. Mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Ranu Kumbolo.

kami memilih bermalam di pos ini dan tidak di Ranu Kumbolo karena kami kekurangan tenda dan kondisi fisik kelompok yang sudah kecapean sehingga khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Sebelum Ranu Kumbolo kami harus melewati satu bukit yang licin, keadaan sedang hujan, kami tidak memaksakan untuk mendapat sunrise di Ranu Kumbolo. Setelah makan sup hangat dan kopi teh kami semua tidur dengan tempat sedapatnya.

Saya terbangun sejenak, tersadar banyak selimut diatas tubuhku, ternyata saya mengigau kedinginan dan Daeng menyelimuti ku dengan apapun yang ada di dekatnya. Saya tidur tanpa sleeping bag karena basah kehujanan. Terima kasih untuk Daeng dan Hasbi yang telah membantu pada malam itu.

Saya mulai bermimpi semakin dalam berada di puncak mahameru. Semakin tidak sadar apakah bisa mencapainya dengan keadaan seperti ini. Semangatku harus terus di jaga.  Semakin kritis.

Minggu, 17 Juli 2011 Pukul 05.00. saya terbangun karena menggigil. Suasana berkabut tebal, api unggun sudah kehabisan kayu. Saya segera memanaskan air dan menyeduh teh dan kopi. Satu persatu teman bangun. Diluar masih gerimis kecil. Matahari sepertinya tidak akan muncul pagi ini.

Kami packing dan membersihkan pos tersebut dari sisa sampah kami. Saya berjalan terlebih dahulu untuk menyusur jalur yang licin. Membuat jejak dengan sepatu boots agar kawan-kawan ku tidak terpeleset.  Sempat terjatuh beberapa kali karena batu yang licin. Setelah hutan mulai terbuka kami mendengar suara orang-orang namun kabut tebal menutup pandangan kami. Kami sampai di pos 4 dan memutuskan untuk menunggu kelompok di belakang.

tidur di 3676 mdpl
Tidak lama kemudian hasbi dan putra, kelompok kami masih jauh dibelakang. Akhirnya kami bertiga melanjutkan perjalanan. Ternyata setelah hutan terbuka sudah terlihat Ranu Kumbolo. Subhanallah, Maha Suci Allah meskipun tertutup kabut tebal danau ini tetap menyimpan keindahannya. Riak air. suara angin dan harum edelweis mengisi udara. Tenang, sungguh tenang suasana saat itu.  Teringat lirik lagu yang dibawakan oleh Dewa 19, Mahameru.

Kabut mulai terangkat dari permukaan air, di kejauhan tampak tenda-tenda pendaki lain yang rapi di seberang danau. Dari belakang kami terdengar suara kawan yang sudah dekat, mereka tidak sadar juga jika di depan mereka terhampar  Ranu Kumbolo. Ketika mereka sadar mereka segera berlari turun dari bukit dan menemui kami di bawah.

Satu mimpi ku menjadi nyata. Berdiri disisi Ranu Kumbolo yang legendanya besar di atara para pendaki Mahameru. Membuatku sedikit tersadar dari mimpi-mimpi selama ini. Memandangnya tenang, membuat janji untuk kembali menjejakan kaki disini.

08.00 Kami memasak sarapan, sambil menikmati sedikit cahaya matahari, disini sunrise sudah muncul namun tertutup kabut tebal. Tidak lupa mengisi persediaan air untuk perjalanan dan berfoto untuk kenangan. Sesekali pendaki yang hendak turun bertemu kami dan berbincang. Ngeteh, ngopi, ngesop kemudian kami melanjutkan perjalanan.

Kami terkaget ketika melintasi Ranu Kumbolo, dari jauh terlihat hangus nya bukit tanjakan cinta. Telah terjadi kebakaran beberapa hari yang lalu disini. Betapa malangnya bukit yang kuning ini. Bukit yang di baliknya terhampar padang lavender kini hangus. Membutuhkan waktu setidaknya 4-6 bulan untuk kembali rimbun.

10.00 WIB kami sampai di bawah Tanjakan Cinta. Sebelum menjajakinya saya melihat ke ujung bukit, cukup panjang juga treknya, kemiringan sekitar 45 derajat dan jarak sekitar 100 meter lebih. Saya menundukan kepala dan mengencangkan ikatan backpack kemudian mulai melangkah. Setelah beberapa menit mulai terasa pegal dan kehabisan nafas namun terus kaki ku paksakan melangkah hingga akhir trek, akhirnya sampai dengan nafas putus sambung. Konon pendaki yang bisa melewati tanjakan ini tanpa berhenti dan tanpa menoleh kebelakang perjuangan cintanya akan lancar, mitos  gunung diantara para pendaki, percaya atau tidak.

tanjakan cinta Ranu Kumbolo

Dari atas tanjakan cinta kita bisa melihat luasnya hamparan padang rumput, Oro Oro Ombo. Padang rumput kuning luas dengan pemandangan bukit-bukit di sekelilingnya. Wilayah ini sebagian hangus terbakar. Kami melintasinya dan sejenak istirahat minum sebelum masuk ke trek selanjutnya, Cemoro Kandang.
Sesuai dengan namanya, bukit ini adalah hutan cemara yang lebat, konon jika sekelompok pendaki terpisah disini bisa dibuat tersesat oleh ‘penghuni’ hutan ini. Kami terus menjaga jarak agar tidak terpisah terlalu jauh dan tidak terlalu mepet.

Sekitar 2 jam kami melintasi bukit ini, trek yang terus menanjak dan banyak pohon tumbang di beberapa titik menghambat laju kami. Sering berhenti untuk minum dan makan makanan ringan. Sesekali porter melewati kami dengan bawaan yang Masya Allah banyaknya. 10 menit berjalan 10 menit istirahat, kami mulai kelelahan dan kaki berat untuk melangkah, kami terpisah menjadi 2 kelompok.

Sekitar 14.00 WIB kami keluar dari hutan cemara dan menemui padang rumput kecil, Jambangan. Subhanallah disini kami sudah bisa melihat puncak Mahameru yang berdiri kokoh. Diselimuti sedikit awan dan pasir batu yang terlihat berwarna abu-abu sudah menantang kami untuk mendakinya. Kami berkumpul disini namun putra dan hasbi sudah mendahului untuk mencari air di pos sumber mani. Sejenak istirahat dan melepas lelah kemudian kami melanjutkan perjalanan. Tidak lama untuk mencapai tujuan kami hari ini yaitu pos Kalimati, sedikit melintas hutan antara jambangan dan kalimati dengan trek yang menurun.




Pukul 14.30 WIB kami sampai di pos Kalimati. Pos ini adalah titik pendakian terakhir yang di izinkan oleh TNBTS sehingga pendakian melebihi titik ini segala kecelakaan tidak di tanggung. Di pos ini terdapat bangunan yang  hancur namun masih kokoh berdiri untuk singgah para pendaki sebelum melanjutkan ke Mahameru. Kami membagi pekerjaan, membuat tenda, memasak, mencari kayu bakar, mencari air, dan beberapa orang tidur sedapatnya.  Kami membuka tenda di dalam bangunan pos, karena angin disini sangat dingin dan suhu dibawah 5 derajat celsius.


Pukul 19.00 WIB kami semua tidur untuk mempersiapkan pendakian nanti malam ke puncak Mahameru. Sebelum tidur saya menyalakan api unggun untuk menghangatkan udara.  Kami juga tidak lupa untuk mempersiapkan perbekalan dan perlengkapan untuk mendaki agar ketika bangun langsung siap untuk mendaki.

Plakat Penghormatan kepada Soe Hok Gie dan Idhan Lubis
22.00 saya terbangun dan bergegas menghangatkan air, membangunkan Hasbi dan Nizar untuk membantu. Satu persatu teman juga bangun dan mempersiapkan hal lainya. Kami membuat wedang jahe untuk penghangat badan, suhu mendekati 0 derajat. Angin gunung turun dengan kencang melewati kalimati. Saya menhangatkan tubuh dengan menggunakan 2 lapis baju, 1 lapis jaket dan terluar dengan jas hujan. Membawa obat dan air sedikit. Kesalahan yang sangat di sesalkan.

Kami berduabelas membuat lingkaran dan bedoa untuk keselamatan. Kami harus melewati arcopodo, pos pendakian terakhir sebelum puncak. Arcopodo menyimpan misteri jika seseorang melihat 2 buat arca kembar berarti orang tersebut memiliki hati yang bersih. Arca tersebut adalah peninggalan kerajaan majapahit.

Senin, 18 Juli 2011 . Kami berjalan sesuai formasi. Jalan cukup terang tanpa headlamp karena cahaya bulan purnama menerangi perjalanan kami. Memasuki kawasan arcopodo yang menanjak terjal kami cukup terhambat oleh akar pohon yang melintang disana-sini. Menghabiskan waktu sekitar 1.5 jam untuk melintasi Arcopodo. Bukit ini memiliki trek berundak-undak, tidak jarang pula sampai berhenti untuk mengambil ancang-ancang memanjat tanah dan akar.  Dari sela-sela pohon sebelah kiri terlihat suasana malam Kota Malang dikejauhan. Semakin keatas semakin jelas puncak yang akan didaki, semakin terlihat juga jurang di kanan-kiri.

Kami melewati perkemahan pendaki lain, mereka masih bersiap untuk berangkat. Kami sejenak berhenti membakar paravin untuk memanaskan air dan menghangatkan udara. Langit sangat cerah bintang dan bulan menampakan pesonanya. Suhu dibawah 5 derajat masih cukup terasa hangat dengan lindungan pakaian tebal. Tidak lama kami beristirahat datang kelompok lain yang tadi bertemu di kalimati. Dua kelompok yang akan menjadi penolong kami disaat kritis, seharusnya kami menunggu mereka disini dan berangkat bersama, tapi kami malah bergegas ke puncak.

Kami melanjutkan perjalanan hingga akhir arcopodo. Disini vegetasi terakhir dan trek kedepan adalah pasir dan batu di lereng terjal. Kami beristirahat sejenak, menyiapkan mental untuk mendaki puncak Mahameru, puncak abadi para dewa.

aji, mba Sesil dan aku 
01.40 WIB kami memasuki trek pendakian puncak. Melewati jembatan pasir yang kanan kiri jurang, atau sesekali samping batu dan sisi lain jurang. Teringat pesan bang topik untuk berhati-hati karena di jalur ini banyak pendaki yang tidak berhati-hati masuk kedalam jurang. Formasi berubah sesuai rencana, yangga, ara, saya, daeng, dan seterusnya saya tidak begitu memperhatikan. Semakin ke atas langkah kaki semakin melorot. Satu langkah turun setengah, 2 langkah turun semakin banyak.  Berdiam diri pun semakin turun. Harus melangkah dengan pijakan yang mantap agar tidak terseok terlalu jauh. Batu-batu kecil yang masuk ke sepatu bisa sangat mengganggu. Beruntung sepatu yang saya gunakan sengaja dibuat untuk trek semacam ini.  Tidak jauh setelah mendaki, sekitar 40 menit kami menemui cemoro tunggal yang telah tumbang, satu-satunya cemara yang bertahan di lereng ini. Namun sekarang namanya lebih tepat dengan ‘cemoro tunggul’.


Trek ini benar-benar ujian mental bagi seluruh pendaki. Sangat sulit untuk dilewati, semakin keras melangkah semakin dalam terperosok. Semakin cepat melangkah yang didapat terpeleset dan jatuh terjerebab. 700 meter menuju puncak bisa menghabiskan waktu 5-7 jam. Tidak boleh memijak atau berpegangan pada batu karena jika batu itu lepas bisa melukai pendaki di bawah kita. Ketika kami di kalimati bertemu dengan pendaki yang matanya terluka karena batu di malam pendakianya ke puncak.

Saya terus berusaha mengalahkan lelah kaki menahan dan menjaga pijakan. Lebih banyak terhenti mengatur nafas dan melihat kebelakang. Pemandangan luar biasa indah, pegunungan bromo berdiri di kejauhan. Puncaknya mengepulkan debu vulkanik. Gunung Arjuno dan Welirang yang kakinya diselimuti awan.  Melihat kebawah kawan-kawanku semuanya sedang berjuang mengalahkan perasaanya. Merasa sangat lelah dan letih karena kekurangan air dan makanan. Tidak mampu berteriak memberikan semangat. Saya sendiri dalam keadaan sangat lemah, teramat lelah.

Saya melanjutkan mendaki. Tidak dalam waktu lama kembali berhenti mengatur nafas. Sungguh, ini adalah saat-saat tersulit dalam pendakianku selama ini. Kami sesama pendaki saling mengingatkan untuk terus melangkah, melangkah, melangkah, biar sedikit yang penting kita semua bisa mencapai puncaknya.

Dua tiga jam berlalu tapi puncak masih terlihat sangat tinggi. Saya sedih memikirkan apakah bisa mencapai puncaknya atau saya akan menyerah dan turun kembali. Cahaya fajar mulai terlihat dilangit utara. Suhu mendekati 0 derajat celsius dan angin berhembus sangat kencang. Sesekali saya tertidur sambil berbaring diatas pasir. Terbangun karena sadar saya harus terus melangkah. Terus berjuang melawan kelemahanku.



PUNCAK
Matahari muncul di dilangit timur. Gunung Argopuro hanya berdiam bersinar karena matahari. Saya berhenti diatas batu besar. Duduk memandang indahnya hamparan ciptaan tuhan. Menangis karena sadar betapa lemahnya diri ini.  Menangis memohon kekuatan dalam diri. Melihat cahaya senter kawan-kawan di bawah, menitip doa untuk kawan-kawan. Kami hanya makhluk kecil yang berusaha kuat untuk merasakan ciptaanNya. Tidak mempunyai apa-apa selain ego dalam diri ini.

Kadar oksigen menipis dan udara terasa sangat dingin membuat tubuh semakin lemah. Dehidrasi karena tidak membawa air minum. Saya meninggalkan tas bawaan di jalur pendakian, berharap jika kelak sampai di puncak akan bisa membawanya kembali turun. Melepas jas hujan dan meninggalkannya karena hanya memberatkan badan.

Saya melanjutkan pendakian dengan langkah sangat pelan. Tubuhku sangat lemah untuk berpijak. Melangkah dengan bantuan kedua tangan, sesekali dengan keadaan merangkak. Sebisa mungkin terus maju meskipun tubuh ini ingin diam dan beristirahat. Nafas semakin tipis dan melemah. Tingkat kesadaran menurun sampai-sampai tertidur seketika.

Langit sudah terang, bintang dan bulan sudah berkurang cahayanya. Datanglah sekelompok pendaki dari St. Louis Himalayan Adventure Club. Saya tidak ragu untuk meminta air minum dan diberikanya setengah botol air mineral. Semangat ku langsung melejit. Tidak berhenti sampai disitu, mereka memberikan beberapa keping wafer untuk saya. Sungguh bantuan yang tidak ternilai. Saya berbagi dengan kawan-kawanku yang bernasib sama. Entah apa jadinya jika kami tidak bertemu mereka atau kami hanya berdiam diri tidak meminta pertolongan.

St Louis Himalayan Adventure Club


Semangat kembali terisi dan kerongkongan kembali basah saya melanjutkan mendaki. Terus-terus melangkah hingga puncak terlihat. Namun tetap masih jauh saja ternyata. Beristirahat sejenak dan bertanya pada seorang porter yang melintas. Kutanya padanya puncak sekitar 1 jam lagi. Harapan ku luluh. Ternyata masih jauh. Sedih mengetahui kenyataan itu dan memberitahu kawan-kawan ku bahwa puncak hanya setengah jam lagi, tidak tega jika mereka tahu yang sebenarnya.

Haus datang lagi. Kami tidak mempunyai persedian air lagi. Beruntunglah saya menemukan botol air mineral yang setengah tertimbun pasir. Tidak ragu langsung ku minum dan memberikan nya kepada kawanku. Saya bilang, ini air dari yang diatas sengaja ditinggalkan. Padahal itu air dari entah kapan.

Sekitar setengah jam berlalu akhirnya saya sampai di jembatan pasir terakhir. Disini saya harus berhati-hati karena kesadaran menurun dan pijakan yang sangat rapuh licin. Setelah terlewati tampaklah puncak Mahameru melebar sepanjang mata memandang. Berhenti sejenak melihat keadaan dibawah. Tidak tampak kawan-kawanku yang tadi masih berjuang. Saya kembali melangkah ke atas untuk melihat lebih luas.

PUNCAK
07.00 WIB saya berhasil mencapai puncak Mahameru disambut Fajar dan Farid yang sampai lebih dahulu. Saya langsung kembali ke tepi puncak untuk melihat kawan-kawanku. Masih tidak tampak, saya teriakan nama mereka satu-persatu. Daeng muncul melambaikan tangan, yangga berada lebih dekat dengan puncak. Terus ku teriakan nama mereka, berharap mereka mendapatkan semangat dari teriakanku meskipun suara serak karena kehausan.

Akhirnya Dika sampai, disusul Yangga. Setelah bertanya keadaan kawan-kawan dibelakang saya kaget karena ada beberapa teman yang tidak melanjutkan ke puncak. Saya kembali ke tepi puncak memanggil nama mereka. Syukurlah ternyata ketiga kawanku, Daeng, Nizar, Ara mendapat bantuan oleh pendaki lain. Mereka kembali mendaki dan akhirnya sampai di atas, Puncak Mahameru puncak abadi para dewa.

Menangis karena kebesaranNya dan sadar betapa lemahnya kami, manusia-manusia ini. Sungguh pemandangan yang ada di depan mata kami bagaikan lukisan paling indah yang pernah ada. Lautan awan bergumpal hingga ujung horizon. Matahari bersinar lembut dengan udara dingin kering berhembus kencang. Pegunungan Bromo, Arjuno Welirang, dan Argopuro menjadi  pelengkap dan saksi keberhasilan kami menemui para dewa.
Wedhus Gembel

Perjalanan menuju puncak Mahameru adalah perjalanan hati. Hanya orang-orang yang berhati kuat yang bisa mencapainya. Segala godaan untuk mengalahkan tekad pendaki muncul. Kesulitanya yang dilalui untuk mencapainya diakui oleh pendaki profesional pun tetap menjadi yang tersulit dibanding gunung lainnya.

Ara, satu-satunya wanita dalam pendakian ini adalah sosok yang luar biasa. Di tengah kelemahan dalam dirinya ia masih mempunyai tekad kuat untuk mencapai puncak. Tentu bantuan dari kawan adalah sesuatu yang sangat tak ternilai, sangat berharga. Ia berhasil mencapai puncak meskipun sebagai yang terakhir. Aku merasa tidak ada artinya dihadapannya.

Ini adalah perjalan untuk menemukan teman-teman terbaik.  Teman untuk berjuang di saat tersulit. Disaat semua kesempatan menipis, yang ada hanya pilihan untuk menyerah atau berjuang sampai titik keringat terakhir. Kami bersama berhasil membuktikan bahwa hal terbaik disaat tersulit hidup adalah teman. Karena teman bisa memperluas kesempatan hidupmu, menjaga semangatmu, melanjutkan tekadmu dan menopang jasadmu untuk dikenang oleh semua orang.


Aku bermimpi berada di puncak ini, memandang seluruh kawan-kawanku. Melihat senyum diwajah mereka. Aku bermimpi memandang luasnya dunia dibawah ku. Melihat ke atas langit betapa dekat nya dengan sang pencipta di atas sana. Merangkul kawan-kawanku untuk mencapai titik ini. Melupakan lelahnya perjalanan dan lemahnya tubuh ini. Menjajikan akan kembali suatu hari nanti. Mengukir namaku kelak di antara pusara pejuang Mahameru  

Kini aku tersadar semua itu telah menjadi nyata dengan usaha bersama kawan-kawanku. Mereka nyata, mereka hadir di sekelilingku, siap membantu disaat sulit sekalipun. Aku beruntung bisa berada di sini bersama mereka. Saya bukan apa-apa di puncak ini tanpa mereka. Mereka adalah bagian dari langkah ku. Langkah ku untuk mewujudkan mimpi-mimpi ini. Teman adalah langkah para pendaki.




Didedikasikan untuk keduabelas team Menggapai Hati Mahameru
Langkah kalian tertanam di Puncak Para Dewa










9 Comment:

Halimich mengatakan...

cendol dong :b:

Santril mengatakan...

wah ane belum bisa ngasih cendol lim,,,
tapi ceritanya baguuuus!sumpah ane merinding bacanya..sedih karena ga bisa ikut :n:

@amalzluvbio mengatakan...

cool,, semoga ada waktu Alloh mengizinkan saya kesana,, Aamiin ^_^

Anonim mengatakan...

Halim... hebat banget.. salut ama perjuangan Halim dkk buat sampe ke puncak Mahameru. semoga suatu saat gue bisa nyusul (entah kapan ... hehe)

Anonim mengatakan...

yaaaaaah,,, ngga pertamax.. :(
merinding bacanya, om Halim.. racun parah ini..
tahun depan temenin yak.. :mrgreen:

Halimich mengatakan...

@santril ayoo next expedisi kalo bisa ikut yaaa :)

@amaLzLuvbio amiiin, di tungga tapak kaki mu disana :)

@ratih makasih. semoga ratih nanti bisa nyusul kesana juga :)

@nuril merinding kenapa ? :p ayo tahun depan aku temenin ril :g:

Anonim mengatakan...

mantab lim ... tapi kurang lengkap, perjalanan baliknya kagak ada nih

ajeng rizky mengatakan...

kereeennnn haliimm

Halimich mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar

Haloo !

Silakan mengisi Form di bawah ini untuk meninggalkan komentar pada tulisan ini.

 
; Blogger Widgets