4 Okt 2011

Catatan Perjalanan ke Cikuray (30/10/2011)


/hihi

            Sakit hati dan tidak bisa tidur setelah fix cancel ke rinjani awal september kemarin jadi makin  kangen sama semua hal yang bernuansa gunung. Banyak pilihan yang direncanakan untuk mengobati sakit hati ini, salah satunya weekend ke gunung Gede dan gunung Pangrango sekaligus, tapi cancel juga. Akhirnya tiba juga saatnya merealisasikan rencana lama bersama Andri dan mas Topik yaitu kembali ke Kota Garut, Gunung Cikuray. Rencana ini sudah ada ketika mendaki Gunung Papandayan sekitar bulan Mei 2011 tapi cancel karena mamah sudah kangen anaknya, Halim :D




PERKEBUNAN PT. PN




Rencana awal akan melakukan pendakian bersama Andri dan mas Topik, tapi ternyata saya mendapat partner yaitu Nuril dan mbak Mutiara dan justru mas Topik batal karena harus menyelesaikan proyek di Gunung Kidul. Tidak ada rencana menambah personil karena memang logistik yang kami bawa sangat cukup, tidak lebih, bahkan nyaris kurang. Akhirnya kami berangkat pukul 01.20 hari sabtu dini hari menuju terminal Guntur, Kota Garut.
            
Rencana awal kami akan berangkat menuju Garut pada hari Sabtu sekitar jam 8 pagi karena menunggu nuril dulu yang lagi upacara. Syukur alhamdulillah kantornya mengundur jadwal upacara menjadi hari Senin sehingga kami bisa berangkat lebih awal. Nuril berangkat dari Bekasi menuju Bandung pukul 09.00 malam dan sampai pukul 12.00 malam.



CIKURAY 2818 MDPL

            Kami berempat kumpul di Jatinangor untuk menitipkan motor di kost salah satu teman mba Mutiara, Hanum Wulandari. Sekitar jam 1.00 pagi kami berempat berjalan menuju Cileunyi sambil menunggu angkot. Ternyata kami tidak mendapat angkot, akhirnya saya mengeluarkan jempol ajaib, berharap ada orang yang baik hati memberi tumpangan.


         Satu, dua, sepuluh, belasan mobil melewati kami, tidak ada yang berhenti, akhirnya kami lanjut jalan namun tetap jempol saya acungkan siapa tau masih ada yang baik. Alhamdulillah akhirnya ada sebuah truk berhenti, “Pak, boleh ikut sampe Cileunyi ?”. Para wanita duduk di depan sedangkan saya dan Andri ke bagian belakang bak truk, tapi ketika ingin memanjat ternyata bak truk terisi penuh oleh pasir, akhirnya kami berdua bergelantungan di belakang truk sambil menahan mata dari pasir yang berterbangan.

            Berhenti di simpang Cileunyi sekitar jam 1.10 Sabtu, menghemat banyak waktu dari pada jalan kaki melintas dari ujung ke ujung Jatinangor. Kami lanjut jalan ke arah Rancaekek untuk menunggu angkutan ke Garut. Menurut informasi dari Supir truk, banyak truk sayur yang mengarah ke garut dari Pasar Cileunyi yang bisa kami tumpangi, namun kami tidak memilih opsi tersebut karena kami harus cukup tenaga untuk trekking ke Cikuray paginya.

PERJALANAN MENUJU PEMANCAR
            Ketika kami berjalan ada seseorang yang mendatangin kami, dia menawarkan jasa carter mobil, jelas saya tolak mentah-mentah, ketika dia meyakinkan jika mereka akan langsung berangkat sambil menunjukan muatan (baca: penumpang) yang tampak sangar semakin membuat saya yakin untuk menolaknya. Sekitar 10 menit kami di kejar-kejar orang ini hingga kami berhenti dan beralasan menunggu teman-teman yang sedang dalam perjalanan. Mereka masih menunggu kami, keras kepala dan sangat menyebalkan. Setelah mereka mendapat  ‘mangsa’ baru mereka baru pergi.

Buat yang rencana akan ke arah Garut dan berhenti di daerah ini sebaiknya cari tempat yang aman. Banyak pedagang yang bisa untuk bertanya berbagai hal tentang angkutan. Yang terpenting harus tetap waspada dan tidak merasa aman.



   Kami menggunakan bis Euro 3 menuju terminal Guntur. Membayar Rp.13.000 , berbeda Rp.3.000 dengan tawar menawar sebelum naik. Tak apalah, sesuai catatan perjalanan yang kami baca biasanya jika bis Ekonomi AC menuju Terminal Guntur ongkosnya Rp.12.000.

Sedikit tambahan informasi, ada banyak bis menuju Guntur dari arah Jakarta, Kp. Rambutan dan Psr. Rebo. Setidaknya yang cukup terkenal ada Primajasa, Euro 3, dan Kurnia Bakti. Yang tercepat menuju garut adalah Kurnia Bakti, karena langsung. Sedangkat Primajasa akan melewati Purwakarta terlebih dahulu. Perbandinganya sekitar 3 jam untuk Kurnia Bakti dan 5-6 jam untuk Primajasa. Tentu bergantung pada kondisi di jalanan padat atau tidak.

MENIKMATI PADANG RUMPUT
Tidak sampai 1 jam kami sudah sampai di Guntur. Suasana masih sepi dan udara tidak begitu dingin. Kami berhenti sejenak diwarung kopi untuk bertanya dan sekedar membeli penghangat. Rp.4000 untuk 2 gelas kopi ABC Susu. Ketika kami sedang istirahat datanglah rombongan lain dari Jakarta yang akan ke Cikuray juga. Sedikit berbincang-bincang akhirnya kami berangkat menuju perempatan Patrol, Dayeuhmanggung, Cilawu. Tim lain masih menunggu rekannya, kami hanya memberikan sedikit informasi angkutan menuju Pemancar.
Kami menggunakan Elf setelah bertanya-tanya. Membayar Rp. 5000 (biasanya Rp. 4000) untuk sampai di Dayeuhmanggung. Berbincang-bincang dengan ibu-ibu yang sehabis berbelanja mengenai tujuan kami, Cikuray. Mereka sangat ramah dan sopan. Tipikal orang desa di bawah kaki gunung, adem, kalem, dan senyumnya ikhlas. Tidak sampai setengah jam kemudian kami turun.



Kami berhenti di bawah desa Dayeuhmanggung, gerimis dan tanah sudah basah. Berjalan ke atas ke arah suara surau (musholah) karena sudah menjelang waktu shubuh. Kami berempat beristirahat di Masjid SMP Muhammadiah Dayeuhmanggung. Setelah selesai sholat shubuh kami lanjut berjalan menuju Pemancar.

Untuk sampai ke Pemancar dari terminal Guntur bisa beberapa cara, menggunakan angkot 06 jurusan Guntur-Cilawu turun di kaki perkebunan PT. PN (Rp.4000) . Menggunakan elf jurusan Singaparna turun di tempat yang sama(Rp.5000). setelah sampai di dayeuhmanggung kita bisa menggunakan ojek (Rp.25.000-Rp.30.000) hingga pemancar.

DAYEUHMANGGUNG - PEMANCAR
Sekitar pukul 05.15 pagi kami berhenti di salah satu warung untuk sarapan seadanya. Bertemu dengan imam sholat yang mengajak kami untuk menikmati ‘Cai Panas’. Berbincang-bincang mengenai cuaca. Ternyata hujan baru saja turun setelah 3 bulan tidak ada hujan, kata penduduk asli sebutanya ‘halodo’ yang artinya kering atau kemarau. Cuaca masih gerimis dan kabut menyelimuti kaki gunung Cikuray.
Menyantap sedikit ‘bacang’ atau ‘baracang’ dan gehu alias ‘toge dan tahu’ hangat. Kami berangkat kembali. Sekitar pukul 6 kami sudah berjalan melintas perkebunan teh PT. PN. Banyak bertanya kepada petani dan penduduk setempat karena banyak simpangan. Jangan pernah sungkan untuk bertanya, penduduknya ramah kok, mereka tidak ragu untuk menjelaskan rute kita secara detail. Akhirnya kami berjalan mengikuti rute seorang bapak yang berangkat berkebun.

Kami berjalan menuju Pemancar, yang disebut ‘Pamancar’ oleh penduduk lokal. Sebuah komplek bangunan stasiun pemancar televisi dengan menara-menara menjulang tinggi. Berbagai stasiun menempatkan pemancarnya disini. TPI, Indosiar, MetroTV, setidaknya itu yang saya lihat. Disini juga tempat terakhir terdapat air, kita bisa minta atau mencapai sendiri penampungan air di atas bukit.

Beberapa kali kami Traverse ladang  agar lebih singkat namun dengan trek lebih terjal. Sesekali istirahat dan minum, meskipun suasana diselimuti kabut dan gerimis namun keringat kami terus menetes. Sekitar 5 menit sebelum sampai pemancar kami bertemu dengan kelompok yang kami temui di terminal, mereka bersepuluh menggunakan mobil colt carter. Wow, tidak sampai 1 jam mereka sudah sampai pemancar, sedangkan kami berjalan kaki butuh 2.5 jam untuk sampai pemancar. Mereka membayar seorang Rp. 25.000 untuk sampai di Pemancar dari Guntur.


PETANI MENUJU KE LADANG

Gunung Cikuray belum menjadi Taman Nasional seperti Gunung Papandayan, entah kenapa. Untuk ‘Kuncen’ nya tinggal di jalur Cikajang. Sekedar informasi, untuk menuju puncak cikuray dapat dicapai melalui 5 jalur, namun yang paling jelas adalah melalui Pemancar, jalurnya jelas dan tidak ada persimpangan. Untuk menuju jalur ini ketika di pemancar ambil jalan setapak di sebelah kiri hingga menemui punggungan dan ambil jalur terus mengikuti punggungan hingga menemui pintu hutan.


Kami sampai Pemancar pukul  08.00 pagi. Tepat 2.5 jam sesuai rencana. Beristirahat sambil sarapan seadanya kami mempersiapkan pembagian bawaan sebelum masuk ke jalur pendakian. Cuaca masih gerimis dan kabut tebal menyelimuti. Setelah menanyakan jalur kami berempat melanjutkan perjalanan.
Sejak awal pendakian memang tanjakan sudah menantang. Mulai dari kemiringan 50 derajat hingga 80 derajat terus dihadapi hingga kelak dipuncak. Trek berupa tanah hingga akar pohon yang harus di panjat dengan hati-hati. Berat beban yang dibawa membuat badan gontai ketika memanjat akar-akar. Setiap 10-15 menit sekali kami berhenti untuk mengambil nafas. Perlahan tapi pasti kami terus mendaki trek terjal itu. Hingga pukul 12.00 kami berhenti untuk sholat dan makan siang.

Andri mengeluarkan peralatan masak dan makanan mentah yaitu makaroni dan beras. Setelah sekitar 30menit kami menyiapkan makanan akhirnya jadi juga nasi yang masih cukup keras untuk dimakan. Tak apa, tetap kami makan meskipun terasa sekali tekstur berasnya. Saya sempatkan untuk tidur beberapa menit karena semalaman hingga saat itu saya tidak tidur.

PEMANCAR




Pukul 14.00 kami melanjutkan perjalanan, sesekali bertemu kelompok lain yang sedang istirahat. Makin ke atas tanjakan yang dihadapi semakin curam, sesekali elevasi tanah yang tinggi dan tidak ada akar yang bisa di raih sehingga harus memanjat. Kerjasama kelompok sangat diperlukan untuk bisa mencapai puncak. saya yang menggendong keril berat mendapat bantuan dari dua kayu di tangan kanan dan kiri, sangat membantu saat langkah mulai gontai. pelan-pelan saja yang penting nafas teratur dan langkah ringan.

Kabut turun sekitar pukul 16.00 dan udara semakin dingin. Tidak lama setelah itu sampailah kami di Puncak Bayangan. Sebuah tanah lapang cukup untuk beberapa tenda bagi yang kemalaman disini. bertemu dengan dua orang yang sedang menunggu kawannya. Kami terus berusaha mencapai puncak, lebih dari satu jam kami berjalan namun tetap belum tampak bangunan shelter pertanda puncak Cikuray. Tanjakan antara puncak bayangan dan puncak sejati semakin curam, menyempit dengan tumbuhan-tumbuhan khas puncak, cantigi.

the girls
the boys
          
Pukul 18.00 kami di sekitar 10 meter sebelum puncak, bukit terakhir. Kami memutuskan untuk membuka tenda disini. Terdapat sebuah tanah lapang cukup untuk 1 tenda saja, cukup tertutup oleh pohon-pohon sehingga angin tidak menerpa tenda langsung. Kami memasak makan malam seadanya kemudian membuat api unggun kecil untuk menghangatkan udara di sekitar tenda. kami tidur setelah menaburkan garam di sekeliling tenda. tidur dengan ruang seadanya di dalam tenda, setelah perjalanan panjang dari pagi tadi kami  tidak kesulitan untuk tidur.

Pukul 05.15 kami bangun, membuat air hangat sekedar untuk menyeduh kopi dan susu. Memasak nasi yang akan kami tinggal ke puncak, air terakhir untuk memasak, berharap ketika turun nasi sudah matang dan cukup enak untuk dimakan. Setelah itu  kami meninggalkan tenda dan mendaki sedikit menuju puncak, bukit terakhir, trek terjal dengan tanah berdebu licin. lalu tidak sampai 10 menit kami sudah berada di puncak.  kelompok lain yang buka tenda di puncak sudah nampak dan menikmati suasana sunrise.



 Sunrise sedang dalam perjalanan muncul. Kami masih sempat untuk menikmati terpaan hangat sinar matahari di horizon timur. langit bercahaya gradasi oranye ke arah biru, benar-benar indah. Permadani awan ada di bawah kaki kami, sungguh tenang memandangnya lapang bercahaya. menutupi puncak papandayan di di arah barat. Puncak Cereme kokoh di kejauhan di timur, gunung dengan tanjakan terjal dan kawah yang megah. Kami berfoto dan bersantai sejenak di puncak, bercanda sambil saling memijat punggung.

Pukul 07.00 kami turun kembali ke basecamp, kabut sudah menyelimuti puncak. Kami bertemu teman dari jakarta, Obi dan Cojack. Mereka camp di pos tiga, sekitar 2 jam perjalanan dari menuju puncak, mereka hanya mendapatkan kabut, matahari hanya tampak putih tidak menyilaukan.

            Nasi yang kami tinggal tadi sudah matang, dengan lauk sosis yang sedikit gosong kemudian memanaskan sardines lalu kami makan dengan lahap. Bekal terakhir sebelum perjalanan turun yang terjal, menuruni jalan yang kemarin kami 'panjat'. Packing kembali, bawaan berkurang, sisa air hanya sekitar 1.5 Liter untuk 4 jam perjalanan turun. 09.00 tepat kami turun dengan cuaca berkabut. berjalan santai karena kaki kami sudah cukup keram dipakai memanjat kemarin.


            Kami turun tidak terlalu terburu-buru agar meminimumkan istirahat dan air minum. Berhenti sesekali untuk mengambil nafas dan meluruskan kaki. Kaki nuril keram namun teratasi setelah sedikit pijit dan ditempel koyo cabe. Kami melanjutkan perjalanan setelah berhenti di Puncak bayangan, minum dan memandang kabut di kejauhan. masih ada 3 jam perjalanan turun, masih harus berjuang menahan kaki keram ini.

            Tidak terasa kami sudah 3 jam perjalanan dan sampai di pintu hutan, kembali bertemu dengan ladang-ladang kembang kol dan selada. Cuaca cukup cerah meskipun masih cukup berkabut, dari jauh tampak kota garut dan menara-menara pemancar tampak kokoh. Trek di ladang ini adalah tanah berdebu sehingga setiap kami berjalan debu mengepul dari kaki kami. kaki yang sudah kaku membuat langkah semakin gontai dan berjalan perlahan-lahan.





          Kami sampai di pemancar sekitar pukul 14.00. kelompok lain sudah sedang beristirahat dan menunggu teman mereka yang tertinggal. Kami mencari air dan memasak makan siang sebelum turun ke kota garut menggunakan ojek. setelah bertanya ke seseorang penjaga pemancar akhirnya kami diperbolehkan meminta air dari kamar mandi, disini juga sedang kekurangan air, cukup untuk memasak makan siang. sholat dan sedikit membersihkan badan dengan air sesedikit mungkin. terimakasih kepada Bapak penjaga pemancar TPI.
         Pukul 16.00 kami turun menggunakan ojek yang dipesan Obi. 4 motor meluncur menjemput kami, perjalanan yang berat. Cuaca berkabut dan sedikit gerimis. Trek berbatu licin di hajar saja oleh motor-motor bebek yang mengeluarkan suara berat. Kami berdoa semoga tidak selip dan jatuh ke lembah perkebunan teh. sesekali turun dan menunggu motor menaiki tanjakan licin. Hanya 45 menit kami sudah sampai di jalan raya. membayar Rp. 30.000 seorang untuk perjalanan menghemat waktu dan tenaga. Hanya perlu beberapa saat untuk menunggu angkot ke terminal guntur.  
          Sesampainya di guntur kami makan malam dulu kemudian menunggu bis langsung ke cileunyi. bis ekonomi bandung - garut penuh dan pengap. kami ingat hari ini minggu sehingga jalur Nagrek melakukan buka tutup jalur. 1 jam 30 menit untuk sampai di cileunyi dan membayar Rp.7000. Nuril kembali ke bekasi setelah berhenti di cileunyi untuk menunggu bis tasik – bekasi. kami bertiga menunggu angkot untuk mengambil motor. perjalanan di hutan 2 hari berakhir dan kami kembali ke kota ini. kembali bertemu dengan kepadatan jalan raya.






KESAN



  •  selalu saling memperhatikan satu sama lain pendaki, jangan sampai ada yang sakit lalu kita tidak tahu. nanti yang repot kita juga. saling respek inti nya.
  • ramah bersahabat penduduk garut membuat ingin kembali lagi. 
  • Lebih baik lebih membawa berat logistik daripada kekurangan ketika di hutan – Andri
  • Cikuray, next time bakal ke pemancar naik mobil atau ojeg, cukup pemanasan di kebun teh nya sekali aja
  • Bersyukur kalo panther nya sudah di tangkap 3 hari sebelum kami mendaki, kata ojek
THANKS TO :


  • mba mutiara makasih fotonya :) 
  •  mba Hanum Wulandari yang sudah boleh nitip motor :)
  • mas Zendy yang udah pinjemin tenda :) 
  • semua teman-teman , Nuril, Andri, Mutiara, kalian tangguh :)
  • teman-teman dari pencinta alam UPI, trims air nya :)
  • teman-teman bang bolot yang tidak bisa disebut satu persatu, kalo ga ada kalian cikuray sepi :D
  • warga lokal yang sudah ramah pada kami, kami akan kembali :)
  •  


FOTO PERJALANAN













































( semua foto diambil oleh @ Mutiara Roveri Victora )





6 Comment:

Anonim mengatakan...

Good Job :)hebat euy. btw, poto saya ada disitu tp lg hadap belakang :p

Tiara mengatakan...

Nama temenku yg dititipin motor itu Hanum Wulandari

Halimich mengatakan...

siap di update lagi :) :j:

Anonim mengatakan...

pake kamera apa lim?

Halimich mengatakan...

to anonim >>

pake kamera pocket canon entah seri berapa, yang jepret tuh yang komen di atas :D

Do Pucuk Cantigi mengatakan...

Top bang halim. Belum pernah ke cikuray, dua kali gagal terus. Kalo rencana kesana lagi boleh dong ngikut?

Posting Komentar

Haloo !

Silakan mengisi Form di bawah ini untuk meninggalkan komentar pada tulisan ini.

 
; Blogger Widgets