22 Okt 2011

Perjalanan ke Gunung Gede : It's the Journey

/hihi




              Dalam setiap perjalanan tentu  ada rencana yang telah disusun dengan rapih, matang, dan siap untuk di lakukan. Tapi semua itu belum tentu dapat terealisasi secara keseluruhan. Banyak faktor yang mempengaruhi tetang keberhasilan melaksanakan rencana tersebut. Meskipun tidak semua tujuan berhasil dicapai namun tetap yang terpenting adalah kita bisa menikmati perjalanan dan menjaga mood kita tetap fun, toh tujuan kita adalah refreshing. So, nikmatilah perjalanan itu, jangan terlalu terpaku pada itinerary. Gunakan itinerary hanya sebagai gambaran umum, detailnya biarkan terjadi apa adanya. biarkan kaki kalian melangkah kemana mereka mau, tujuan adalah hadiah dan perjalanan adalah utamanya.







               

JUMAT, 14 OKTOBER 2011 

               Tepat seminggu sebelumnya saya mendaftarkan ke TNGGP untuk mendaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Tercatat 7 orang akan mendaki pada tanggal 15 Oktober 2011 melalui jalur Cibodas. 5 Pria dan 2 Wanita atau lebih tepatnya 2 wanita tangguh. Persiapaan dan briefing telah diatur sedemikian rupa, berbagai perlengkapan telah siap tersedia. Akhirnya, hanya 5 dari kami yang siap berangkat pada hari H. 2 wanita dan 3 wanita tanggung :D

                Jumat, 14 Oktober 2011. saya berangkat sendirian dari Bandung menuju KR Cibodas, Cianjur. Start dari kostan sekitar jam 8 pagi, setelah sarapan dan belanja logistik saya berangkat menuju terminal Leuwipanjang. Sampai disana langsung mencari bis ekonomi menuju Cianjur, bertemu dengan kondekturnya dan menawar harga di awal, Rp. 15.000 . Ada beberapa bis yang melewati persimpangan Cibodas, Hiba Utama jurusan Bandung-Bogor via Puncak dan Bis Ekonomi Bandung-Merak via Bogor. Bis masih kosong ketika berangkat, hanya sekitar 5 orang penumpang, 2 kondektur dan 1 sopir.


               saya duduk di kursi belakang, sendiri, semua penumpang duduk di depan. Hingga pintu tol Pasir Koja banyak penumpang yang naik yang semuanya pedagang membawa berkarung-karung entah apa isinya. Keril ku letakkan di belakang kursi. saya tertidur setelah bis melaju kencang di jalan tol. Mengisi tenaga sebelum trekking nanti malam.

                Terbangun sekitar jam 11 siang, 2 jam tidur tanpa gangguan berarti. Ternyata bis sudah sampai di Cianjur. Bis masuk ke dalam terminal Rawabango dulu. Hanya lewat, tidak ada penumpang yang naik. Bis cukup penuh, sangat berbeda dengan keadaan ketika saya naik tadi. Bis berbelok kiri di pertigaan Ramayana, menghindari jalur kota yang macet. Dari sini sudah tampak kemegahan puncak Gede dan tajamnya puncak Pangrango. Cuaca sangat cerah, sesuai dengan perkiraanku tadi malam. saya beri kabar pada Yangga bahwa saya telah sampai di Cianjur, dia masih terjebak macet di Bogor.

                saya tentu ingat hari ini Jumat, Sholat jumat. Bis berhenti di terminal Pasir Hayam, hampir 10 menit bis berhenti mencari penumpang. Adzan sudah bekumandang menandakan waktu sholat Jum’at. saya panik, mencari-cari asal suara adzan. saya bertanya kepada kondektur, “Mas, ngetem masih lama ga ? saya mau sholat jumat dulu”. saya sedikit terkaget dengan jawabannya, “oh mau sholat, iya itu masuk gang ada masjid, nanti di tunggu. Silakan sholat dulu”. Tanpa banyak komentar saya langsung berlari membawa sarung dan sajadah. Wudhu, sholat, balik ke bis. Alhamdulillah bis masih ada dan belum berangkat. J

                Jam 1 siang saya sampai di pertigaan Cibodas, bertemu dengan Yangga yang sudah menunggu. Kami mencari makan di warung-warung sekitar. Rp. 8.000 untuk oseng jamur dan semur kentang. Setelah makan kami langsung menaiki angkot menuju KR Cibodas, tidak sampai 15 menit kami sudah sampai, membayar Rp. 4.000.

                Turun tepat di depan Kantor TNGGP, berjalan menuju lobi pendaftaran dengan menggendong Carriel. Banyak pendaki yang pulang dan berangkat, pendakian Weekend ke Gunung Gede memang sudah menjadi favorit bagi pendaki yang tidak memiliki banyak waktu libur. Terlebih dahulu Yangga mendaftar untuk pendakiannya 2 minggu lagi kemudian kami sholat di mushola, berjalan tidak jauh ke belakang kantor akan menemui musholat dan toilet.

Ruang tunggu TNGGP

                Gunung Gede merupakan sebuah gunung yang berada di Pulau Jawa, Indonesia. Gunung Gede berada dalam ruang lingkup Taman Nasional Gede Pangrango, yang merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kali diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Gunung ini berada di wilayah tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dengan ketinggian 1.000 - 3.000 m. dpl, dan berada pada lintang 106°51' - 107°02' BT dan 64°1' - 65°1 LS. Suhu rata-rata di puncak gunung Gede 18 °C dan di malam hari suhu puncak berkisar 5 °C, dengan curah hujan rata-rata 3.600 mm/tahun. Gerbang utama menuju gunung ini adalah dari Cibodas dan Cipanas. (wikipedia)

                Berdasarkan datang yang dimiliki oleh TNGGP, sekurangnya ada 50.000 pendaki dalam setahun. Diperkenankan sistem kuota pada masing-masing pintu(jalur) pendakian, Cibodas 300 orang dalam semalam, 200 melalui Gunung Putri, dan 100 melalui Selabintana. Cibodas tetep menjadi favorit pendaki karena memiliki banyak tempat indah seperti curug, telaga, air panas dan konservasi burung. Diwajibkan mendaftar pembuatan simaksi antara H-30 hingga H-7. Dikenakan Rp. 7.000 untuk seorang pendaki sudah termasuk asuransi jiwa. Minimal pendakian oleh 2 orang dan 1 pemandu atau ketua kelompok.

Peta Jalur Pendakian Cibodas

                Kami berjalan menuju basecamp untuk bernegosiasi mengenai jam pendakian kami. Rencana kami akan berangkat trekking sekitar pukul 2 dini hari nanti, tentu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Pendakian diperbolehkan mulai pukul 6 pagi hingga jam 9 malam, namun kami berhasil mendapatkan izin setelah bernegosiasi di Camp Montana, Sukarelawan di jalur Cibodas. Hingga jam 10 malam kami berdua stay di Montana, berkenalan dengan Bang Jack, berbincang mengenai jalur dan kadang membicarakan kehidupan masing-masing. Menyeduh teh panas dan kopi hitam, suasana di basecamp  ini hangat dan sangat berbeda dengan keadaan diluar. Tidak lama datanglah sekelompok orang ke basecamp ini, mereka adalah panitia pendakian massal. Mereka memandu sekurangnya 100 pendaki dari PKS (Partai Keadilan Sejahtera).


  

                Sekitar jam 10 malam kami mendapat kabar Ade telah datang di Cibodas dan menunggu di jemput , akhirnya kami turun dan menjemputnya di bawah tangga basecamp. Kami bertiga berjalan kembali ke basecamp sambil mendapat ceramah dari Ade, lama ga denger dia ngomel-ngomel kaya gini. :D

                Jam 12 malam kami berdua kembali turun menjemput Fajar dan Ara, kali ini jauh lebih kedepan ke arah pintu masuk KR Cibodas, setelah kembali ke basecamp saya tidak kembali tidur. Sedikit packing dan menyeduh teh. Mempersiapkan  Simaksi untuk di daftarkan ulang. Setelah bersiap-siap, kami berlima mulai trekking sekitar pukul setengah empat pagi.

Ekspresi sebelum trekking


Sabtu, 15 Oktober 2011

                Yangga, Ara, Ade, Fajar dan saya di belakang sebagai sweeper. Hanya menggunakan 3 senter untuk 5 orang. Dalam 15 menit pertama sudah terasa nafas tersengal. Suasana hutan yang masih dingin dan oksigen yang tipis membuat lebih cepat lelah. Langkah kecil dan mengatur irama nafas agar tidak terlalu cepat lelah.
Sekitar 1 jam kami berjalan hingga menemui jembatan kayu. Jembatan sepanjang 1 KM ini banyak kayu yang berlubang dan pakunya lepas jadi perlu hati-hati ketika melaluinya dimalam hari. saya dan fajar berjalan berganti menggunakan 1 senter kecil. Di kanan kiri dipenuhi ilalang dan semak-semak. Cahaya bulan membantu menerangi langkah kami. Dikejauhan nampak puncak Gunung Pangrango kokoh berdiri.

Kami berhenti di Pos Panyancangan untuk sholat shubuh. Di pos ini merupakan persimpangan menuju Curug Cibeureum dan menuju jalur pendakian. Kami bertemu dengan beberapa pendaki lain yang sedang bermalam. Hanya sebentar kami berhenti kemudian melanjutkan perjalanan dengan langit sudah cukup terang.

break di Pos Panyancangan

Kami berjalan dan istirahat sejenak, lebih banyak behenti untuk ngobrol dan memakan cemilan. Hingga Yangga berjalan sendiri di depan, jauh di depan. saya dan Fajar yang membawa ‘lemari’ langkah nya lebih berat berada di belakang barisan, sibuk mengatur nafas J

Sesekali tanjakan terjal ditemui, namun melalui jalur cibodas biasanya ada jalan memutar yang lebih landai namun lebih jauh. Keduanya bertemu di satu titik. Kadang ada pohon tumbang yang melintang di jalur hingga kami harus memanjatnya atau berjalan memutar. Yangga masih tak terlihat dan tak menyaut ketika kami panggil. Kami sering berpapasan dengan pendaki yang turun dan naik. Kebanyakan mereka berasal dari Jakarta.

Sekitar pukul 9 kami bertemu dengan aliran air panas. Disini kami bertemu Yangga yang sedang tidur di atas batu. Kami istirahat, berendam di salah satu aliran airnya. Air hangat membuat relaks badan yang telah berjalan dari pukul 3 pagi tadi. Ada beberapa aliran sungai disini, dari yang sangat panas hingga tidak terlalu panas dan cukup hangat untuk berendam.

 

Jalur pendakian Cibodas memang tidak membuat bosan, suasana hutan yang masih asri, pohon Rasamala yang berdiameter hingga 1.5 meter dan tinggi 40 meter menaungi semak-semak dibawahnya. Membuat banyak burung bersarang di dahannya. Kadang kami melihat burung-burung yang sedang mencari makan. Suara burung berkicau menenangkan, melupakan sejenak dari suara kendaraan bermotor yang setiap hari didengar dikota. Kadang kami menemukan anggur hutan liar, sayang belum terlalu matang dan rasanya pasti masih sangat masam.


Kami melanjutkan perjalanan dari air panas ini menuju Kandang Batu. Tidak sampai setengah jam kami sampai di Kandang Batu. Sebuah tanah lapang cukup untuk banyak tenda. Bertemu dengan beberapa pendaki yang sedang camp. Kami melanjutkan perjalanan menuju Kandang Badak, checkpoint pertama kami. Dengan waktu tempuh sekitar 30 menit kami sudah sampai di kandang badak.

Jam 10 siang kami sampai di Pos Kandang Badak, kami segera berbenah untuk makan siang dan pagi yang tertunda. Beberapa pendaki sedang packing untuk persiapan turun gunung. Disini adalah pos air terakhir jadi untuk pendaki yang ingin melanjutkan perjalanan menuju Gunung Pangrango disini lah mereka mengisi persediaan air.


Saya memasak lauk ikan asin, tempe dan telor dadar menggunakan teflon di atas api unggun. Sedangkan nasi yang dimasak oleh Ade menggunakan kompor gas. Tidak lupa kami membuat sup sayur sebagai tambahan serat dan penghangat. Sekitar 30 menit kami sibuk memasak dan hanya dalam 10 menit semua makanan habis kami lahap. Setelah sedikit berbenah kami tidur beralaskan sleeping bag. Istirahat sebelum melanjutkan perjalanan.

Pukul 1 siang kami semua bangun. Ketika kami sedang packing untuk lanjut menuju pangrango ada seorang porter yang berbincang denga Yangga. Katanya lebih baik kita tidak camp di Mandalawangi. Karena disana tidak ada air dan jalur menuju Puncak Pangrango cukup sulit sedangkan kondisi kami sudah cukup lelah, dan saya sendiri sedang sakit kepala :).






Setelah pertimbangkan beberapa hal akhirnya kami buka tenda di Kandang Badak dan tektok ke Gunung Gede sore ini.  Jam 3 kami berangkat menuju puncak Gunung Gede, hanya saya, Yangga dan Fajar kali ini. Ara dan Ade menunggu di tenda. Hanya berbekal 1 botol air minum dan beberapa cemilan untuk perjalanan ini.

Jalur menuju puncak Gunung Gede dari Kandang Badak ada 2 jalur, satu memutar dan satu menanjak melalui Jalur Setan. Kami memilih mengambil Jalur Setan, karena lebih singkat dan kami ingin merasakan sensasi memanjat batu-batu itu J. Untuk mengambil jalur setan ambil lurus dari plang, untuk jalur normal bisa ke kiri sedangkan menuju Gunung Pangrango ke arah kanan.

Gn Gede Kiri atau Lurus , Gn Pangrango Kanan

Jalur yang ditempuh memang cukup terjalan, sesekali kami memanjat batu-batu dan berpegangan pada tali besi. Jalur setan sudah disediakan tali untuk membantu para pendaki. Disini kami menemui banyak pendaki yang hendak camp di puncak. Mereka membawa carriel besar, berbeda dengan kami yang hanya membawa tas pinggang, kami mempersilakan mereka jalan terlebih dahulu. Sering kami berhenti untuk berbincang dan bercanda sedapatnya :D. waktu tempuh yang biasanya hanya 1 jam hingga 1 setengah jam kini menjadi 2 jam J.




Setelah lepas dari vegetasi kami menemui jalur kerikil dan kanan kiri jurang. Kiri pemandangan kawah sedangkan kanan pemandangan alun-alun Surya Kencana. Matahari sedang dalam perjalanan menuju tempat istirahatnya. Sungguh indah, langit biru kemerahan, awan terhampar luas sejajar dengan kami, kawah yang mengepulkan asap belerang. Berjalan perlahan, menikmati ketenangan alam pegunungan, inilah yang saya cari dari setiap pendakian.  Sesekali berhenti untuk memetik berry liar dari semak-semak, penambah energi dan mengurangi rasa haus. saya akan segera rindu suasana seperti ini.

                Kami mencapai triangualasi tepat pukul 5 sore. Langit sedang indah menawan, dikejauhan tampak Gunung Pangrango tertutup awan. Hanya berfoto sebentar kemudian kami kembali turun. Masih berjalan perlahan, menikmati detik-detik perjalanan. Puncak hanyalah sebuah titik sedangkan esensi nya tetap perjalanan itu sendiri.








                Kami terjebak gelap dalam perjalana turun, hanya membawa 1 headlamp untuk 3 orang sehingga kami berjalan bergantian. Beberapa kali Fajar terpeleset karena sepatu yang ia gunakan licin sedangkan tanah lembab gembur. Kami kembali sampai di kandang badak sekitar pukul 7 sore.

              Suasasana di Kandang Badak sudah ramai oleh sekelompok pendakian massal berjumlah 100 orang. Kami segera melipir menuju tenda kami di bawah. Melihat Ade sedang memasak nasi yang kebanyakan :D. kami segera di suguhi dengan agar-agar buatannya, dia tau kami kelaparan J. Ara sedang tidur di dalam tenda, Yangga ikut masuk dan cari posisi tidur, Fajar dan Ade memasak makan malam sedangkan saya membuat sedikit api unggun untuk menjauhkan binatang malam dari tenda. Kami kali ini makan malam dengan Sardines dan Mie Rebus, sekedar penghangat sebelum tidur.




                Kami berdiskusi sebelum tidur, menyiapkan rencana besok untuk pendakian ke Pangrango. Setelah banyak pertimbangan akhirnya kami mencancel agenda ke Gunung Pangrango karena kami sangat di kejar waktu dan akan kurang menikmati perjalanan. sangat tidak nyaman jika kita melakukan perjalanan di gunung namun waktu terbatas, bakal gak dapet asiknya digunung.

MINGGU, 16 OKTOBER 2011

                Sekitar jam 4 pagi saya bangun dan keluar tenda. Melihat banyak dari pendaki sudah bangun dan mengelilingi api unggun di tenda mereka, menghangatkan tubuh. saya menyalakan api dan membuat api unggun di depan tenda, menghangatkan udara disekitar tenda. Memasak air dan menyeduh kopi, semenit setelah mati air panas itu sudah dingin lagi. Adzan berkumandang, sekelompok orang menyiapkan tempat untuk sholat shubuh di tengah Pos Kandang Badak. saya sholat shubuh bersama mereka, entah mereka siapa namun kami terasa seperti saudara jika berada di tengah hutan ini. usai sholat mereka mengaji dan bersholawat. saya langsung pergi saja.


Puncak Pangrango dari jalur pendakian

                Kembali saya panaskan air, kali ini untuk menyeduh teh. Belum ada tanda-tanda dari teman-temanku bahwa mereka ingin segera bangun. Ya sudahlah, saya berjalan sedikit menuju jalur pendakian Gunung Pangrango hanya membawa segelas teh hangat. Berjalan pelan agar tidak mengganggu burung-burung yang sedang mencari makan di tanah. saya sesekali hanya diam dan menikmati mereka, tenangnya suasana pagi ini. Langit sudah bercahaya, puncak Pangrango berkabut dengan bulan masih bercahaya di atasnya. saya masih ingin berjalan lagi, terus hingga teh ini habis. Hanya sekitar 1 jam saya berjalan dan kembali lagi ke tenda, mereka masih tidur. saya mengambil air dan memasak air untuk mereka.

                Pagi ini kami sarapan nasi goreng buatan Fajar, ikan asin dan telur, menghabiskan sisa persediaan makan agar beban pulang berkurang. Kami hanya menyisakan untuk makan siang di air panas nanti. perjalanan turun akan terasa lebih cepat.





Ketika kami membersihkan peralatan masak dan makan, bertemu dengan pendaki yang sedang mencuci dengan menggunakan sabun, kami hanya bisa menggerutu di belakangnya. Lagi, kami melihat kejadian yang sangat bodoh, sangat sangat bodoh. Kali ini mereka membiarkan api menyala membakar sisa sampah, sedangkan mereka turun meninggalkan Pos ini, okelah mereka mengerti agama, sadar hukum, tapi mereka buta dengan alam, tuli, bahkan dungu. Mereka tidak sadar tindakan yang mereka lakukan itu akan berdampak seperti apa terhadap alam ini. saya hanya bisa mengutuk mereka dengan tulisanku ini.

Kami turun dari Pos Kandang Badak dengan hati kesal, membawa berkarung sampah di punggung kami, sisa pendakian massal yang membawa orang-orang bodoh ‘naik gunung’. Dalam perjalanan kami menemukan banyak sampah plastik yang tercecer, sampah baru. Kami hanya bisa mengambil dan membawanya turun. Kami bagaikan pemulung, kami sedih, tidak rela mereka menyampah di gunung. Mereka pikir mereka siapa !



Kami menemui banyak pendaki yang hendak naik, berbincang dan bersapa. Memberi semangat bahwa puncak hanya sekedip mata memandang J. Itulah yang kami lakukan sepanjang perjalanan dari Pos Kandang Badak menuju air panas.



Sesampainya di air panas saya langsung bergegas berendam, membersihkan badan di air hangatnya. Meskipun banyak pendaki yang lewat kami cuek saja, toh tidak menghalangi jalan, dan tidak mengganggu pemandangan juga :p . 15 menit cukup untuk merelaksasi tubuh, saya beranjak memanaskan air, memasak makan siang semrawutan, dari insiden nyaris tumpah hingga pop corn gosong :D. kami makan berebutan dengan lahap :D



Melanjutkan perjalanan hingga Pos Panyancangan, kami berbelok ke arah Curug Cibeureum terlebih dahulu, ingin tahu bagaimana curug tersebut. Banyak remaja yang sedang berlibur, menikmati alam. Sampai di curug kami istirahat dan memakan coklat dari Ara. Hanya beberapa menit kemudian kami kembali ke arah Cibodas. Sampai di jembatan kami berhenti untuk foto-foto, sekitar setengah jam kami berfoto disini J




Sampai di basecamp sekitar pukul 3 sore, setelah menyerahkan surat SIMAKSI kami lanjut turun ke arah peradaban manusia kota J. Berpisah dengan kawan-kawan yang ke arah Jakarta di pertigaan awal kami bertemu. Selamat jalan kawan, mungkin kita akan ke Gunung Pangrango dalam waktu dekat J

saya melihat mereka naik bis ke arah Jakarta, Yangga, Ara, Fajar, Ade. Semuanya langsung dapat bis ketika mereka menunggu. saya masih menunggu untuk 15 menit kemudian. duduk sendiri di emperan toko menghitung mobil yang lewat, berharap ada yang bertuliskan Jakarta-Bandung. tapi ternyata sia-sia.






Akhirnya saya menyerah bahwa bis arah puncak benar-benar tidak ada dan saya harus ke Cianjur untuk mencari bis arah Bandung. Akhirnya saya naik angkot kuning ke pasar Cipanas dan membayar Rp. 2000 untuk turun di pertigaan. Tidak ingin buang waktu langsung naik angkot selanjutnya ke arah Cianjur yang berwarna biru dengan membayar Rp. 4000. Sial, angkot ngetem cukup lama. Setidaknya saya berada di angkot sampai sekitar jam 5 sore lebih. saya sampai di Cianjur, turun di pertigaan dan bertanya ke Pak Polisi untuk mengetahui dimana bis arah bandung biasa lewat. saya harus naik 1 angkot lagi ke arah Ramayana, kata Pak Pol disanalah bis dari sukabumi menuju bandung berhenti. saya naik angkot 05 berwarna merah hingga tempat yang menurut sopir pas untuk menunggu bis, saya membayar Rp. 2.000 saja.

Selagi menunggu saya sempatkan membeli minum di alfamart seberang jalan, ketika sedang antri di kasir bis yang saya tunggu datang dan lewat begitu saja, damn. Langsung saya serobot saja antrian dengan dalih akan mengejar bis (kalo sinetron ngejar pesawat kali ya J ). saya segera keluar dan berlari mengerjar bis Hiba Utama. Panggil kondekturnya malah dia sibuk panggil penumpang yang gak mau naik bis. Beban carriel 100 liter sangat mengganggu dan membuat ribet sendiri. Akhirnya bis berhenti untuk menaikan penumpang dan saya segera loncat dari pintu belakang, akhirnya. Bis hampir penuh namun masih cukup lapang untuk menyisipkan carriel dibelakang. Alhamdulillah, tinggal perjalanan satu setengah jam menuju Bandung. jam setengah 8 malam saya sudah berada di Leuwipanjang.

‘Ini bukan tentang tempat tujuan, tapi dalam perjalanan kita untuk bisa bertahan’
 (Halim Ichsani, Gunung Gede 2011)





Ekspresi setelah mendaki, Alhamdulillah Fun !











































>>>> ALBUM FOTO LENGKAP "1" - "2" <<<<



















2 Comment:

wiwit mengatakan...

perjalanan yg menyenangkan tp ngeselin gara2 sampah ya!
Pengalaman sama ditempat yg sama Gn Gede waktu itu ikut acara kebut gunung, katagori adalah kecepatan dan sampah yg berhasil dikumpulkan.Sepanjang mendaki start Gn Putri kita mulungin sampah sd surya kencana trus ngecamp bsk naik puncak msh mulung sampah sd cibodas.Ada peserta sd 75 kg sampah yg berhasil dikumpulkan, bayangkan blm peserta2 lainnya. Ironis Gn Gede dianggap tempat sampah oleh orang2 pecinta alam (ngakunya). Semestinya pihak TNGP tidak hanya menyeleksi untuk izin msknya tp kluarnya jg diwajibkan bawa sampah dng pengawasan petugas. Jangan hanya melenggang pulang tanpa beban moral.

Halimich mengatakan...

bener bu, itu mereka kemarin ngakunya orang sadar hukum tapi toh mereka tetep buta dengan hal-hal kecil macam itu. meski kita mulung di depan mereka tetep mereka acuh saja.

Posting Komentar

Haloo !

Silakan mengisi Form di bawah ini untuk meninggalkan komentar pada tulisan ini.

 
; Blogger Widgets