19 Feb 2017

Time Lapse : Rinjani (Bagian 1)

Mengejar Rinjani


Ini cerita perjalanan kami September 2012 silam saat pertama kali menapaki Rinjani, puncak bumi nusantara di Nusa Tenggara. Tentang perjalanan melintasi savana rumput kering kekuningan, berbukit-bukit tanjakan menyiksa, eksotisnya Segara Anak yang mengobati letih, meraih puncak menerpa badai, dan  lutut gemetaran melintasi bibir tebing menuju Senaru. Tentang perjalanan yang menguji fisik dan mental, menuntut kerjasama dalam pertemanan, tapi juga sangat memanjakan mata dan menyegarkan pikiran. Ini petualangan singkat di tanah indah gunung berapi aktif bernama Gunung Rinjani.




Berawal dari forum online, sekedar sharing ide dan rencana akhirnya sembilan orang terkumpul. Ada yang kenal ada juga yang belum kenal. Seiring waktu diperjalanan nanti kami akan saling kenal sifat dan watak setiap orangnya.  Sekitar satu bulan sejak tiket pesawat ditangan kami bagi tugas, share tips, pembagian kelompok dan tenda. Dalam persiapan itu waktu terasa singkat dan akhirnya tiba waktu untuk departure dan bertemu semua orang.




Minggu,  16 September 2012 | Bye Jakarta dan Halo Lombok

Fajar belum terbit dan muadzin pun belum mengumandangkan adzan shubuh saat saya dan Taufik menunggu angkot dari Depok menuju Damri Pasar Minggu. Backpack 65 liter dan 100 liter dipunggung kami terpanggul kokoh. Di angkot yang penuh sesak itu penumpang lain tak henti memperhatikan setiap sudut bawaan kami. Hal aneh buat yang melihatnya sepagi itu.  menjelang adzan shubuh bis kami berangkat menuju Soekarno Hatta, Rp.25.000 satu tiket sekali jalan. 

di Soeta kami bertemu dengan Nuril dan Jamilah, orang-orang yang sudah lama saya kenal dari beberapa kali nge-trip bareng. buat Taufik cuma Nuril yang dia kenal, Jamilah teman baru buatnya. Empat orang yang bertemu di Jakarta dan 5 orang lainnya bertemu di Lombok. Backpack berbagai ukuran dan warna tersanding dipunggung berisikan peralatan gunung setidaknya untuk 6 hari perjalanan kami. Obrolan kecil terlintas saat menunggu di Gate, bagaimana cuaca disana?, seberapa panas?, seberapa terjal?, semuanya akan terjawab setibanya kami di jalur.

Pagi itu langit mendung menemani perjalanan udara kami. sebelum mendarat di Lombok pesawat kami transit di Surabaya. bersapa singkat dengan panasnya cuaca Surabaya, riuh ramainya suasana bandara, dan bahasanya yang khas saat berjalan menyusuri terminal. Selepas makan siang kami melanjutkan perjalanan singkat menuju Lombok, tidak sampai 1 jam pesawat sudah mendarat selamat di Lombok International Airport. 

Halo, Lombok !



Rona, teman saya dari Jogja. Parlin, teman sekantor Taufik. Wawan, teman kenalan Jamilah. Mba Winda dan suaminya, teman yang kami kenal dari forum online. lengkap sembilan orang bertemu di Lombok sesuai dengan rencana awal. Sesuai jadwal, kami bersiap memasukan bawaan ke bagasi Elf Pak Lahir. Menjelang adzan magrib mobil kami meluncur menuju Mataram. 

pertama kali buat saya menginjakan kaki di pulau yang pantainya masih perawan, yang pedas makanannya level tinggi, dan puncak tertingginya yang tidak kalah termasyur sampai ke luar negeri. perjalanan kami belum sampai titik ke satu, kami masih harus ditempuh jalur darat untuk sampai di kaki gunung itu. 

Langit yang luas dan berawan gelap menyambut kami sore itu dalam perjalanan ke Mataram. sore itu memang kami berencana mengisi perbekalan di swalayan di kota Mataram, sembari memilih apa makanan yang enak untuk malam itu. keramaian kota menemani kami di Minggu malam itu sambil kami berhenti di sebuah warung tenda Ayam Taliwang. segar sambal pelecing kangkung dalam sajian membuka mata kami untuk perjalanan selanjutnya menuju Sembalun, check point pertama menuju gunung Rinjani. 


Halo Lombok !

persiapan logistik dan makanan selesai. telur ayam, beras, nata de coco, rendang dan makanan lain sudah masuk dalam backpack 100 liter ku. meyakinkan kembali apa masih ada yang kurang dalam perbekalan kami setelah itu kami lanjutkan perjalanan ke Sembalun. 

Dari Mataram kami menyusuri pantai barat pulau Lombok. Pantai Senggigi, Malimbu, dan kerlipan lampu jajaran Gili-Gili di lepas pantai. Jalanan berkelok dan berbukit tak banyak berarti untuk pengalaman mengemudi Pak Lahir. Dalam kesehariannya Pak Lahir memang mengemudikan Elf untuk sebuah travel wisata Lombok. saya yang duduk di depan setia mendengarkan cerita-cerita seputar Lombok. Elf berayun ke kanan dan kiri melintasi jalanan sepi pesisir Lombok dan sesekali melewati perkampungan suku Sasak. saat mobil kami semakin ke utara malam semakin larut. semua terlelap syahdu terayun ayun kecuali saya dan Pak Lahir yang masih asyik membicarakan wisata Lombok.

lewat 1 jam dari pergantian hari kami sampai di Rinjani Information Center (RIC) tempat kami bermalam. pusat informasi gunung Rinjani ini menyediakan beberapa kamar penginapan bagi pendaki. Rencana kami memang akan menginap di penginapan ini tapi ternyata kami kurang beruntung. penginapan penuh dan kami tidak ada rencana cadangan. Alhamdulillah, ada saung tanpa dinding di depan RIC dan kami sepakat akan melewati malam disini. alas tidur kami gelar, sleeping bag, selimut, dan perlengkapan hangat lain keluar sebelum waktunya. ini 'Plan D' atau rencana dadakan. 

gemerisik dedaunan dan lolongan anjing mengisi malam yang semakin sunyi. tebing-tebing yang mengelilingi desa sembalun menampakan siluet hitam tegak gagah menjulang. langit bertabur bintang malam itu menyuguhkan permadani terindah yang pernah ada. kabut sesekali turun dan menambah eksotisme malam menjelang pagi itu dan dinginnya malam tentunya.

angin dingin menerpa tanpa ampun di ketinggian 1156 meter di atas permukaan laut. kami harus kuat melewati ujian ini. ini awal dari ujian-ujian selanjutnya di perjalanan nanti. semakin tinggi suatu daratan maka semakin rendah tekanan udara sehingga semakin dingin suhunya. jika tidak mampu melewati ujian malam ini bagaimana nanti kami semakin tinggi ke arah puncak rinjani. berdoa memohon malam ini menjadi singkat dan energi kami cukup untuk pagi nanti.

saya tertidur dan sesekali terbangun karena angin menembus jaket dan sleeping bag. menunggu pagi di malam sedingin ini sungguh terasa sangat lama. ujung ujung tubuh rasanya membeku. meringkuk menggigil melindungi setiap centimeter kulit dari keringnya angin. kami tidur 'pindang' berjajar sedapatnya. sepertinya semua merasakan dingin yang sama, kecuali yang berada di ujung. entah berapa derajat suhu malam itu tapi kami harus bertahan.  

Senin,  17 September 2012 ~ Sembalun

Adzan berkumandang mengakhiri malam itu. lolongan anjing semalam tergantikan dengan kokok ayam di kandangnya. alam mulai menampakan wujudnya. langit gelap berganti kebiruan disudut-sudut bukit menjulang. di shubuh yang syahdu ini angin dingin masih enggan menjauh dari dataran ini. berjalan bergidik menahan angin kami mencari sumber suara muadzin memanggil.

di dalam surau temaram dengan beberapa jamaah kami memanjatkan doa untuk perjalanan yang akan dimulai nanti. perjalanan lima hari empat malam yang tidak dapat kami prediksi. alam pegunungan rinjani yang luas membentang dari savana, perbukitan hingga tebing-tebing vertikal yang harus kami lewati. semua rencana yang sudah disusun bahkan tidak menjadi jaminan atas keselamatan kami. kelancaran, keselamatan, kesehatan dan kemudahan menjadi kata hati yang dipanjatkan dalam doa shubuh itu.

matahari menampakan cahaya kemilaunya. menyibak kabut dan menampakan kontur menakjubkan alam Desa Sembalun. berjajar tebing yang semalam hanya bayangan hitam gelap kini menjadi hijau menjulang megah. petak-petak ladang persawahan bergradasi dengan kabut yang enggan pergi tampak eksotis dari kejauhan. suara burung-burung dari sarangnya bersenandung di pagi yang damai itu. pemandangan paling indah pagi itu adalah sebuah puncak kemerahan menjulang menembus langit biru seolah dia berkata dengan bahasa isyarat, kemari dakilah bukit-bukitku dan tapakan jejakmu dipuncak ku. sungguh indah, menantang dan menggetarkan hati.


Selamat Pagi Sembalun!



bersambung di bagian selanjutnya, 

'Savana dan Bukit Penyiksaan'

.
.
.
.
.
.

Dokumentasi lain


view Desa Sembalun (sumber : www.indonesia-tourism.com)

view Desa Sembalun (sumber: www.guidelombok.com)


Travelmates !





Senyum anak-anak Sembalun




0 Comment:

Posting Komentar

Haloo !

Silakan mengisi Form di bawah ini untuk meninggalkan komentar pada tulisan ini.

 
; Blogger Widgets